Jumat, 23 Juni 2017

for memories (part 2)

Wednesday, 07 june 2017
01.07
“ let the past be the past . . . . .” – Retak, shireen wijaya
Assalamu’alaikum,
Selamat malam, dini hari…
Untuk dini hari yang masih mengingatkanku pada langkah awal sebuah kata yang di sebut “kita”..
Flashback, march 14 2017.
“ box! Untuk yang mau naik kurata diwajibkan datang malam ini dikawah untuk latihan”
Sore yang hambar untuk kabar yang hambar. Latihan.
Setelah melepasmu, aku kembali pada aktivitasku. Kembali melakukan apa yang aku inginkan.
Dulu, kau sempat melarangku untuk ikut beladiri manapun karna menurutmu itu bukan “bidangku”. fisikku tidak terlatih disana.
Kepergianmu membuatku menentang semuanya. Aku benci semua yang kau larang, aku benci semua yang kau bicarakan, aku benci semua hal yang ada pada dirimu. Semua hanya kebohongan bukan?.
Tidak ada yang menyenangkan berjalan dalam bayang-bayang, begitupun aku.
Tidak ada yang menyenangkan dari sebuah perpisahan, begitupun perpisahan kita.
Sudah lebih 2 tahun, aku mencoba menjadi diriku sendiri. Melupakan apa yang pernah kita lalui, melupakan pengorbanan yang kau lakukan, melupakan semuanya.
Aku sudah mulai kembali menjalani kehidupanku seperti biasanya.
Persetan dengan kamu, persetan dengan keadaanku, keadaan hatiku.
Aku mengikuti apapun sampai aku lelah, tak bertujuan.
Aku mengikuti salah satu kegiatan beladiri dikampusku meski aku tau benar kemampuanku hanya seujung kuku yang lainnya.
Terserah saja, memangnya siapa yang akan membahagiakanku setiap saat selain diriku sendiri?

(Kawah tarung derajat jambi, 19.00)

Latihan dimulai.
Aku mengikuti beberapa gerakan yang diajarkan oleh pembimbing.
Aku adalah anak baru yang baru mengikuti latihan dalam waktu tanggung , sulit bagiku mengikuti gerakan mereka yang sudah memakai sabuk diatasku.
Aku bersyukur pembimbing dapat membaca kesulitanku.
Ia membiarkan yang lain mengulangi materi dari awal, sehingga aku tidak sendirian dalam melakukan teknik yang aku pelajari.
Latihan demi latihan ku ikuti hingga jam istirahat tiba.
Ada banyak hal yang kami lakukan saat istirahat.
Ada yang minum, mulai berkomunikasi, melanjutkan latihan, berfoto bersama dan lain sebagainya.
Namun ada satu hal yang tak disangka istirahat waktu itu bukanlah sebuah jeda untuk latihan, tetapi berakhir kesedihan.
Aku dan teman teman lain mendengar kabar duka bahwa salah satu anggota tarung derajat ada yang meninggal dunia akibat kecelakaan. Akhirnya pembimbing memutuskan untuk mengakhiri latihan dan berdiskusi dengan anggota lain dan pelatih untuk menentukan waktu berbela sungkawa dan mengirimkan do’a bagi almarhum.
Dari latihan yang menyenangkan, berubah menjadi suasana sedih. Semua orang bercerita, semua orang tidak menyangka, semua orang turut bersedih dan berduka, sampai akhirnya pelatih kami datang dan membahas apa yang harus kami lakukan untuk ikut berbela sungkawa dan menunjukkan solidaritas dan kekeluargaan kami yang begitu kuat.
Keputusan awal kami mengirimkan do’a berupa surah al-fatihah kepada almarhum dan akan mengunjungi keluarganya pada esok hari mengingat rumah almarhum cukup jauh, butuh waktu 4 jam lebih untuk sampai kesana.
Keputusan telah diambil, waktu juga sudah semakin larut malam.
Beberapa orang pamit untuk pulang mengingat rumah yang jauh dan keadaan tidak memungkinkan untuk pulang lebih larut.
Kang anang : teh arya nggak pulang juga? Udah setengah 11, pulang
sendirian kan?
Arya               : iya kang, ini mau pamit pulang dulu.
Kang dimas   : arya berani? Atau mau dianterin?
Arya                : nggak kang, berani. Arya mah “seterong”.  Nanti lewat
  telanai aja. Rame kok.
Kang dimas    : hmm, yaudah. Kabarin aja nanti kalo udah nyampe.
   Bawa jaket?
Arya                : hehe, nggak kang.
Kang dimas    : aduuuh, dingin. Ini udah malem.
Arya                : gapapa kang, bajunya tangan panjang juga.
Kang dimas    : pakek pakek. Bentar. Ada yang bawa jaket? Itu jaket
   siapa? Boleh  pinjemin dulu? Pinjemin dulu..
Arya               : makasih kang, pinjem dulu yaa….
Jaket.
Barang pertama dan barang pengantar yang mempertemukanku pada seseorang yang baru, pada seseorang yang hanya aku kenal dan sempat aku kagumi sesaat tanpa alasan.
Terlepas dari kabar duka malam itu, aku bahagia.
Iya, aku bahagia.
Bukan karna orang lain sedang berduka, tapi karna ternyata masih banyak orang  diluar sana yang mengkhawatirkan keadaanku dengan tulus tanpa adanya kebohongan,
Ah, sudah. terserahlah____________
Satu hal yang aku sadari. setelah kepergianmu, ternyata aku tidak sepenuhnya sendirian. Lalu apa masih pantas aku memikirkanmu selama ini? Apa masih pantas aku selalu sibuk bertengkar dengan sisa perasaan dimasa lalu?. Bodoh.
Apapun yang terjadi setelah malam itu, setidaknya aku masih dikelilingi orang orang yang peduli.
Terimakasih banyak atas pinjaman jaketnya…J
(  aku tau kok yang minjemin rada nggak ikhlas, wkwkwkwk. But thanks a lot  again ˆˆ )

                                      Wednesday, 14 june 2017
11.30


 
Behind the scene….

  




(To be continued…..)

Senin, 05 Juni 2017

for memories (part 1)



Monday, 05 june 2017
22:06

“Tidak perlu ditemukan, dia lebih mirip sekuntum bunga, kupu-kupu yang akan menemukannya.
Tidak perlu dicari, Dia lebih mirip seperti sungai yang sejuk, mengalir dengan sendirinya.
Dia jelas tidak berisik, dia lebih mirip pagi berkabut. Hening, khidmat dan menenangkan.” – cinta, tere liye

Assalamu’alaikum,
Selamat malam, malam..
Entah apa yang membawa tanganku kembali pada sebuah tulisan lagi,
Iya, lagi. Setelah sekian lama aku menuliskan sebuah cerita tentang seseorang, lalu kemudian menghapus semua tulisan itu dengan tangan yang menuliskannya sendiri.
Aku pernah berpikir bahwa aku mungkin tak akan pernah lagi menuliskan sesuatu, bahkan satu hurufpun demi seseorang.
Tak akan pernah mengenang satu cerita pun lagi dengan seseorang,
Tapi waktu membunuh pikiranku. Waktu membawa ku menemukan seseorang (spesial), lagi.
Waktu menuntunku pada banyak hal sebelum ini.
Menuntunku mencintai beberapa orang lalu kemudian mengecewakan.
Mencintai orang yang terlihat mencintai dan rela berkorban demi apapun, lalu dikecewakan.
Iya, waktu menuntunku bertemu banyak hal, melewati banyak hal.
Melewati apa yang kusebut penyesalan, hingga rasanya ingin meminta ma’af atas segala cinta atau rasa yang sempat tak terbalas.
Melewati apa yang ku sebut sakit, hingga rasanya aku berpikir cinta itu hanya kebohongan. Pengorbanan yang sia-sia, harapan yang diletakkan didalamnya lalu dihancurkan begitu saja.
Waktu menuntunku pada hal yang tak lagi dapat kembali meski dengan 1000 ma’af yang diucapkan lebih dari 1000 hari. Menuntunku bahwa penantian yang panjang tidak dapat membuat hal yang sama kembali dengan sangat mudah.
Sampai akhirnya, semua waktu yang aku lewati berlalu dan berlalu begitu saja.
Mempertemukanku pada beberapa orang baru setelah sebelumnya aku pernah memutuskan untuk tak lagi jatuh hati pada seorangpun, lalu kemudian perlahan menerima keadaan dan membuka hati dengan harapan pergi dari apa yang pernah terjadi.
Beberapa orang baru keluar, masuk dalam kehidupanku.
Beberapa orang baru mengenaliku dengan caranya, lalu melupakanku setelah aku tak dapat membalas harapan mereka.
Atau mungkin, aku yang tak sesuai dengan apa yang mereka harapkan.
Sampai akhirnya aku kembali memutuskan “persetan” dengan hati.
Waktu terus berlalu, seolah tak peduli dengan apa yang aku inginkan.
Aku menjalani kehidupanku dengan normal, menikmati kesendirianku dengan rasa yang benar-benar bebas.
Bebas, tapi kosong.
Tak ada lagi yang begitu, bahkan terlalu peduli seperti biasanya.
Tak ada lagi yang sangat berharap kabar dan keadaanku setiap saat selain orangtua.
Tak ada lagi yang seolah mati matian berkorban demi menuruti apa yang sedang aku inginkan.
Tak ada teman bertengkar atau berselisih pendapat, memarahiku kalau aku bertindak bodoh dan acapkali menyakiti diriku sendiri.
Tapi aku bahagia, setidaknya tidak ada lagi yang seolah mati matian memperjuangkanku tapi dalam keadaan berbohong.
Waktu yang berlalu sebelum ini memang membawaku pada banyak sekali hal yang tak dapat aku gambarkan satu persatu bahagia ataupun sakitnya.
Tapi semua hanya bagian dari sesuatu yang berlalu.
Kini aku seolah mengambil apa yang sudah ku buang. Aku pernah membuang semua perasaan atau pikiranku mengenai jatuh hati lagi, membuang semua hal yang berkaitan dengan harapan dan membuang keinginanku untuk diperjuangkan.
Iya, ternyata aku telah kembali menjatuhkan hatiku pada seseorang.
Seseorang yang telah lama kulihat, namun belum lama aku kenal saat itu.
Jujur saja, akupun tak pernah benar benar tau apa yang membawaku jatuh hati saat itu.
Dia dingin, jauh berbeda dengan laki laki lain, cenderung bodoh dalam memulai percakapan dan selfthinker.
Iya, aku juga paham, jatuh hati tak semudah itu.
Ada banyak sekali proses yang kami lewati meski hanya dalam waktu yang singkat.
Proses itulah yang membawaku pada sebuah tulisanku saat ini,
Proses yang membawaku padanya hingga saat ini,
Proses yang benar benar tak harus aku lupakan sama sekali,
Proses yang membawanya memperjuangkanku demi apapun saat ini, hingga saat ini.
                                                                                                Tuesday
00.11

( to be continued...)